Thursday, March 4, 2010

Bensin Dan Percik Api Kecil



Bensin Dan Percik Api Kecil (I)

Terlupakan sebuah nama hari
Tapi diingat secuil keindahan pada sebuah hari itu;
Matahari bermata sayu,
Pagi menjelang siang yang tenang

Lapangan sekolah membuka lapangnya
Kursi berbaris rapih
Pantat-pantat mendudukinya
Udara mulai berdengung, menyumbat bagai suara jutaan tawon

Terasa membosankan pidato-pidati
Pantat-pantat memanas
Kursi-kursi, beberapa mulai ditinggalkan,
Tak rapih lagi susunannya

Suatu ketika pada suatu saat
Sebuah penantian yang mendebarkan, Anggoro membelah udara
Sorak dan teriakan kegembiraan yang kental pada sebuah kelompok
Bagai bensin terjilat percikan api kecil

Teriakan kegembiraan bagai kereta api
Lipatan-lipatan kertas membuat suara gaduh saat bertemu kursi-kursi
Mencuri matahari dan membagi-bagikannya;
Pecahan-pecahan matahari bersemanyam pada wajah-wajah

Pelepasan belum berakhir, suara pidato masih mengalir
Perlahan seorang berjalan
Kemudian mengekor memanjang
Bagai barisan bebek-bebek pergi ke sawah mengais sebuah kesenangan

Mata-mata yang tertinggal menatap keheranan
Mata-mata yang berjalan penuh dentuman irama
Lapangan itu telah terbom
Membuat lubang besar yang menganga tanpa kita lagi

Tetap berjalan hingga ekor barisan kita lenyap dari pandangan yang lain
Tetap berjalan hingga akhirnya kepala barisan pada bibir 3/8
Ekor tetap berjalan hingga berkumpul;
Hingga tak ada lagi kepala dan ekor

Tiba-tiba silver menggaris seragam-seragam
Bagai bensin terpecik api kecil
Membakar luapan kegembiraan
Nakal manis, silver maenggaris-garis

Seragam ternoda silver, silver meraung dalam kegilaannya
Tinta-tinta spidol menempel dan berbaring manis pada seragam
Aku menaruh sebuah senyum pada seseorang
Seseorang meletakkan sebuah senyum pada yang lain
Dan seorang diantara kita menjepit sebuah senyum dan menempelkan pada wajahku
(*) Kita pernah gila bersama
Bagai percikan api kecil
Membakar, membuat api unggun
Kita pernah gila bersama
Menjadi kenangan yang tersimpan


Bensin Dan Percik Api Kecil (II)

Kehangatan api senyum tersimpan
Bubarnya orang-orang di lapangan menuju pintu gerbang
Bubar, bagai pintu air yang terbuka;
Dan mengalirlah air

Tak tahu siapa yang mempunyai ide gila manis
Nakal manis;
Mulai mengumpulkan energi untuk gila bersama
Bogor.. dengan tanda tanya besar
Bagai bensin terpecik api kecil
Ayo.. dengan tanda seru besar
Kelompok mengecil mulai melangkahkan kaki
Diangkat untuk dijatuhkan;
Kaki-kaki pergi meninggalkan gerbang yang besar

Jejak-jejak teringgal
Langkah-langkah baru tercipta
Di bawah langit mendung berjalan
Menapaki aspal jalan menuju Jalan Raya Pondok Gede

Jalan yang sedikit padat
Kendaraanpun agak merayap
Kesempatan datang memberi jabat tangan
Menjadi hobo di zaman akhir 80-an
Hobo tanpa kuda
Hobo pelompat;
Melompat dan menunggang kuda besi yang berpunggung lubang

Tangan-tangan menyodorkan
Tangan-tangan menggapai
Tangan-tangan yang bergenggeman
Tangan-tangan yang membantu menarik
Dag.. dig... dugg, cemas meningkat
Dorr!!, suara cemas meledak dan berhamburan menghilang;
Senyum perlahan tumbuh
Suara-suara keluar dari mulut dan mulai terangkai menjadi kalimat-kalimat
Percakapan ikut menumpang pada pick up

Kuda besi berpunggung lubang berlari dengan arah yang diinginkan
Kuda besi yang ingin pergi ke pintu utama TMII
Hobo-haba-hobo melompat serempak
Hobo-haba-hobo menelanjangi kendaraan yang akan melintas
Jampi-jampi untuk sedikitnya arah Kramat Djati
Menunggu untuk memanjat
Secepat terlihat mobil bak terbuka;
Secepat menghampiri dan memanjat
Genggaman tangan melintasi rasa ketakutan
Genggaman tangan yang saling percaya untuk saling membantu
Hobo-haba-hibi memanjat dinding kendaraan
Hobo-hobo berdiri dan terduduk di kendaraan tumpangan
Garuda, Jempatan Jagorawi terlewati
Kendaraan memberi signal akan berbelok ke kanan ke arah Cililitan
Lampu lalu lintas Hek bersinar dengan merahnya
Perlahan laju kendaraan;
Bagai aliran air yang mulai disumbat

Bugg... bugg.. plokk... plookk...
Suara sepatu-sepatu menimpa permukaan jalan,
Ketika para pemiliknya melompat turun dari kendaraan
Kiri-kanan kaki bergerak
Membelok dan membelah jalan saat arus dihentikan lampu merah

Hobo tanggung tanpa gunung
Hobo suit hobo
Semangat tak roboh
Haba... haba, sampai pasar induk buah terbawa
Tawa terlahirkan
Tiga kali dengan berestafet pendek di atas roda
Ramai orang yang memandangi
Kulit badak tak luntur
Kulit badak badak membawa ke Taman Raya Bogor
Hitungan menit di sana;
Menebar senyum pada sebuah sungai

Hobo manis hobo
Tertawa kecil terkumpul
Rogohan saku-saku;
Logam dan uang kertas terkumpul
Senyum manis terlepas dari ikatan bibir
Terduduk lelah di atas jalan tol di atas bis menuju Jakarta
(*) Lepet dan daun;
Lepet melukis di atas daun
Pulau baru tercipta di seragam
Cape dan lelah mengukir sekelumit kenangan manis bersama


Oleh: Terges XVI

(*) "Kita pernah gila bersama", kata manis dari Aang di tahun lalu
(*) "Lepet dan Daun", julukan manis dari Jun karena Ebad ama aku lengket terus dari kelas 2. Tengkyu Jun!! Aku menyukai istilah itu. :)

No comments:

Post a Comment